KATEGORI

Rabu, 22 Januari 2014

Recuerdos de La Alhambra

Kepada Sheni Desinta


Senja luruh mengiringi kesendirianku. Hujan tak henti menggebu
Sudah sejak subuh tadi. Sisa ini hari, terasa lebih temaram
Dari kemurungan yang mengepung ruang batin siapapun
Langit tak nampak batang hidungnya. Tak dapat kuterka
Malam akan tersaji seperti apa. Kuharap tidak akan bangkit
Lagi para pengacau di Republik ini, semisal si oportunis (1)
Yang mengajari para penyair beronani.(2) Ada kudengar orang-orang
Mulai belingsatan, dipukul banjir bandang yang menderu
Mereka mengungsi ke kuburan. Sheni, bacalah suasana batinku
Yang terentang sepanjang petang, dan gubahlah menjadi
Sebuah tembang tentang kidung orang-orang yang terasing. Nyaliku,
Bisa jadi asing bagi-mu, namun kau serasa mengenalnya, bukan?
Mainkan kembali dawai gitar-mu, seperti dulu lagi, ketika kau
Mengikuti les musik, sampai sirna jelaga, dan teranglah buana
Buana yang menari-nari di kedalaman sumur sukmaku: tempat kita
Pernah menimba mimpi dan mereguk sunyi

Senja ini, kau kelewat manis untuk kuabaikan
Bergalon-galon madu, berkarung-karung gula
Tak akan sanggup menyandingi kemolekan yang memancar
Dari keseluruhan-mu. Aku selalu mabuk setiap ingin mereguk bibir-mu
Aku kepayang mencerna tatapan dalam yang menikam
Ajakan-mu pada sesuatu yang menggairahkan, semisal main kuda-kudaan
Yang disampaikan melalui ekor mata-mu seperti pada iklan kontrasepsi
Juga ditegaskan dengan sungging simpul bibir-mu, selalu membuatku
Ingin segera mendirikan salat tahajud. Karena kini aku ingin merdeka
Dari segala dusta, bertaubat dari kepura-puraan

Ekor mata-mu begitu trengginas menari-nari seperti perompak di selat
Mayoritas leluhur orang Plimbang adalah perompak keturunan Jengis Khan
Dan sebagai orang Plimbang, kau telah sempurna menjadi perampok:
Berhasil melucuti keseluruhanku!
Aku terkesima berkali-kali. Sampai kurasakan kota yang kuhuni
Mungkin juga kota yang kau tinggali, telah jatuh ke tangan penyamun
Dan pencoleng dari Sodom dan Gomorah (3) yang dijungkirbalikkan
Dalam urusan asmara, memang seringkali akal waras berjumpalitan
Aku berkali-kali melakukannya, sampai jidatku berbentuk segi empat
Meski demikian, cinta kita akan terus bergemuruh tanpa
Mengenal ruang dan waktu, padahal telah berkali-kali orang-orang tamat
Menembangkan lagu kematian untuk mengenang kota yang luluh-lantak

Sheni, rintihan yang melengking pada tembang Recuerdos de La Alhambra (4)
Menguar lagi dari tiap helai dawai tubuh-mu, dan sangat pasti,
Kuhayati sebagai lonceng kematian bagi orang-orang pongah, yang telah
Menyusun buku 33 para pendusta paling pembohong di muka bumi (5)
Aku yakin, orang-orang pongah akan segera kadaluarsa seperti
Minuman kemasan di pasar swalayan. Akan ditertawakan sebagai
Para pelawak yang salah pilih panggung. Mati, seperti kota yang tidak
Layak untuk disinggahi. Kini hanya ada satu pendusta yang tidak
Suka berbohong, yaitu Nabi Palsu, yang tiada lain adalah penampakkan
Dari perasaanku yang selalu berpikir. Bukankah aku selalu merasa
Dengan pikiran, dan berpikir dengan perasaan? Rasa-rasanya, setelah
Kupikir-pikir, hanya kau yang pantas menjadi Tugu Monas di pusat kota

Petang ini senja kembali luruh, seperti sering terjadi pada zaman
Nabi Nuh. Bila malam tiba, aku takut rasa kesepianku mengamuk,
Filsafat Pemberontakanku mencakar-cakar jiwa. Maka dari kedalaman hujan
Datanglah kau padaku seraya membawa gitar kesayangan-mu, dengan
Langkah paling bersahaja, senyum mengembang dan pipi mayar-mayar
Laksana lapisan cingcau, rambut mayang terurai, mata seteduh telaga
Sedang tubuh-mu telanjang sebugil purnama. Aku menunggu-mu sambil
Becengkrama dengan sunyi, bersetubuh dengan waktu. Betapa menggebu
Ingin kulakukan segala-galanya bersama-mu, Desinta.


Jakarta, 2014

(1): Konsultan politik bernama DJA.
(2): Tim-8 khusnya AG yang membabi buta.
(3): Kota pada zaman Nabi Luth yang dijungkirbalikkan Tuhan karena kedegilan penduduknya.
(4): Sebuah requiem untuk mengenang kota Alhmbra yang luluh lantak akibat peperangan.
(5): Buku 33 tokoh sastra indonesia paling berpengaruh, susunan tim-8, menuai kritik dan antipati di banyak tempat gara-gara konsultan politik DJA sebagai inisiator, ikut dinisbatkan sebagai tokoh sastra. Tokoh paling berpengaruh pula. Seseorang disebut tokoh sastra bukan karena karyanya memperoleh pengaruh karena mengeluarkan dana yang cukup besar, tapi juga dihargai dari proses pergulatannya dan integritasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar