KATEGORI

Kamis, 06 Februari 2014

ONE DIRECTION

Kepada Meirliane

Aku pernah bertutur, akan mengukir puisi di hati-mu
Dengan pena selunak guguran salju, bertinta putih abadi
Dan angin menerbangkan angan ke langit terburit
Di kedalaman sukma. Kelam, tinggal kita berdua mencipta buana
Tetapi nuansa cinta-mu masih selalu samar kuraih
Akhirnya kukeluhkan pada langit yang terasa sempit:
Kekasih, aku telah pasrah dan tidak akan mengingat-mu lagi

Tutur yang keliru muncul dari gebalau yang dungu
Menolak-belakangi rasa terdalam di hati yang paling pagi

Dari kekeliruan bersahaja itu, justru kutemukan
Berkah tesembunyi, jadi ilham yang bekelebatan
Dan kurekam sebagai gurindam. Inilah puisi terjanji itu
Kurajut khusus untuk-mu dengan semangat bangun sepagi mungkin
Supaya kau makin yakin, aku selalu siaga menghadap Sang Maha
Meletakkan dahi pada hamparan bumi yang penyabar
Sebelum subuh luruh oleh cericit unggas

Lalu aku melangkah, mengeja tanah. Membaca jejak udara
Dan merangkum gelagat musim. Di sini aku berdiri
Di antara bukit gelisah dan danau resah. Kubersuci
Bersujud pada titik perih. Kukiblatkan seluruh sadarku
Kepada-mu yang selalu gaib. Udara, air, tanah, cahaya
Meyakinkanku untuk selalu merindu kepada-mu. Rasa-rasanya
Aku juga pasti berhasil mendirikan kerajaan yang kubayangkan
Dengan mendaur ulang mimpi-mimpi basi. Mimpi-mimpiku kekasih
Masih seperti yang silam juga. Tercipta dari benang-benang
Cinta yang berakhir bahagia

Sebuah kapal layar kurancang dalam impian
Gerombolan angin kupimpin. Petir dan guntur
Berada dalam kendaliku. Udara, air, tanah, dan cahaya
Mendukung penuh-seluruh keyakinanku. Kapal kerajaan siap
Membelah keleluasaan samudra tak terjangkau. Dan aku
Mendudukkan-mu sebagai satu-satunya permaisuri
Indah nian andai-andai ini, bukan? Kau adalah Malahayati
Yang berdaulat di sepanjang selat, dan aku Ceng Ho yang siap
Bersujud menghaturkan sembah bakti. Kaulah Laksamana Tertinggi
Dalam bahari impianku, sedang aku menjadi prajurit paling liat
Di bawah matahari yang sama, tak ada yang tak mungkin

Meirliane, panglimaku yang bermata nyaris sendu
Berkerudung angin musim salju, bersuara sesyahdu desau cemara
Namun bertutur-kata dengan puisi-puisi pemberontakan
Bacakanlah satu ayat kepadaku, berisikan titah menghajar
Para penyamun yang telah menyatroni bandar-bandar pemerintahan
Aku siaga jadi sugyosa di belantara ronin dan rompak
Aku akan mengaum di tengah kepungan srigala, dan aku pasti
Melindungi-mu sebagai satu-satunya sumber puisi prismatis ini
Kelak anak-anak yang rindu pada dirinya sendiri
Akan membacanya dengan ketakjuban yang menyala-nyala



Bandung, 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar